Selasa, 28 September 2010

Keanekaragaman budaya

Keanekaragaman Budaya
Keanekaragaman budaya merupakan sebuah konsep yang utama dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Untuk dapat memahami umat manusia dan dunia ini maka orang harus mempelajari adanya kesamaan-kesamaan dan sekaligus perbedaan dari orang-orang yang hidup di dunia berikut budayanya. Keanekaragaman mengisyaratkan adanya kemiripan-kemiripan. Dengan berpegang pada prinsip ini maka pembelajar akan mampu menghargai, menghormati, dan mengerti budaya sendiri maupun yang dimiliki kelompok lain. Kebersamaan maupun perbedaan ini dapat dilihat dalam kehidupan masnyarakat melalui : seni yang dimiliki, bahasa, organisasi sosialnya, organisasi ekonomi, dan sebagainya.
Charlotte c.Anderson menggambarkan kehidupan manusia dalam budaya dunia adalah sebagai berikut
  1. Human Beings
  2. Whose home is
  3. Planet earth
  4. Who are citizens of a multicultural society
  5. living in an increasingly
  6. interred world and who
  7. Learn, care, think, choose, and act
  8. to celebrate life on this planet
  9. and to meet global challengs confronting humankind
Pernyataan diatas dapat diartitikan bahwa mereka adalah umat manusia penghuni planet bumi ini, menjadi warga negara dari suatu masnyarakat yang beranekaragaman kebudayaannya, hidup dalam dunia yang semakin saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Setelah murid belajar tentang perspektif global diharapkan kemampuan murid dalam berkehidupan sosial di segala tingkat meningkat. Mereka ini perlu belajar, peduli, berfikir, memilih dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan agar mampu menikmati kehidupan dalam planet bumi ini sekaligus mampu menghadapi tantangan-tantangan global yang melanda umat manusia.

Setelah murid belajar perspektif global mereka diharapkan mampu hidup dalam segala tingkatan masnyarakat dan mengalami kemajuan dalam berpikir serta bertindak yang ditandai dengan adanya :
1. Self-awareness ; murid mempunyai kesadaran diri sebagai penghuni planet bumi, warga negara dari masnyarakat yang beranekaragam budanyanya, hidup dalam dunia yang makin kompleks interaksinya, mampu belajar, berpikir, peduli, memilih dan bertindak sehingga bisa menikmati kehidupan di dunia ini sekaligus mampu menghadapi tantangan-tantangan yang datang padanya;
2. Self-esteem and a sense of efficacy, riset-riset yang diadakan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan seseorang menjadi warga negara yang aktif berpartisipasi, teryata ditentukan oleh adanya perasaan bahwa dia bisa berarti bagi orang lain dan bisa meraih sesuatu melalui keterlibatannya dalam pertisipasi tersebut; apabila seseorang merasa bahwa dirinya tak bisa berbuat apa-apa dan melihat keterlibatannya dalam kehidupan masnyarakat sia-sia / tak membuahkan hasil, maka dia akan menjadi orang yang pasif;
3. Consciousness of perspective, murid mampu menghargai hasil karya orang lain dan menerima pendapat atau keyakinan orang yang berbeda darinya. Bila orang mempunyai sifat ini maka kemampuan berempatinya akan meningkat dan sifat-sifat egosentrisme maupun etnosentrisme-nya akan makin menghilang;
4. Empathy, sifat ini di gambarkan sebagai kemampuan seseorang untuk merasakan sebagai orang lain (seandainya saya yang jadi si X yang sedang membutuhkan bantuan, dan sebagainya), dengan kemampuan ini seseorangan mampu memahami kebutuhan, perasaan, dan kepentingan orang lain;
5. Altruism, sifat ini lebih sempurna dari empati. Empati hanya merupakan kemampuan orang untuk memahami kebutuhan,perasan dan kepentingan orang lain, sedangkan altruisme disertai dengan perbuatan nyata, bahkan kalau perlu dengan berkorban diri;
6. Avoidance of stereotyping, stereotip merupakan penilaian sebagian kelompok masnyarakat untuk keseluruhan (disamaratakan, misalnya pernah meminta sesuatu kepada salah seorang dari anggota kelompok masnyarakat tertentu dan tidak diberi, maka dia akan menilai semua orang anggota kelompok tertentu pelit atau tidak mahasiawi). Srereotip muncul baik dalam perkataan maupun perbuatan dan ini sangata mengganggu interaksi sosial manusia.
7. Growing beyond egocentric and ethnocentric perspectives, egosentis adalah asumsi dari seseorang bahwa pendapatnya hanya dia yang punya dan yang paling benar didunia ini, sedangkan etnosentrisme lingkupnya lebih luas dari individu, yaitu bahwa kelompoknya merupakan pusat dari segala-gelanya, karena itu tindakan-tindakan, kebiasaan-kebiasaan , lembaga-lembaga dan ideologi yang dimiliki kelompoknya dinggap lebih baik dari yang dimiliki oleh kelompok lain.

Pengertian Budaya
  • Arti penting untuk mengetahui budaya lain tertuang dalam piagam PBB dan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia Sedunia yang menyatakan perlunya peningkatan pengertian dan saling ketergantung serta peningkatan hak-hak asasi manusia kepada seluruh umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Budaya oleh para antropolog didefinisikan bermacam-macam,ada yang melihat dari teknologi atau invensi, cara berpakaian, pola makan, bentuk rumah dan sebagainya.
Taylor pada sekitar tahun 1871 mendefinisikan budaya sebagai sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,hukum kebiasaan yang diterima oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok yang bersangkutan. Spradley dan McCurdy menyatakan bahawa budaya adalah kemampuan yang diperlukan seseorang yang digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menghasilkan tingkah laku sosial. Levine mendefinisikan budaya sebagai serangkaian ide-ide bersama yang meliputi intelektualitas/hasil pemikiran, moral, ukuran-ukuran keindahan yang menonjol yang dihasilkan oleh suatu masnyarakat dan arti-arti dari tindakan dalam berkomunikasi. Sedangkan Triandis menekankan pada "budaya subyektif" yang diartikan sebagai pandangan atas dunia oleh suatu kelompok budaya atau bagaimana mereka memandang lingkungannya dan terwujud dalam stereotiping, persepsi terhadap peranan, norma-norma, sikap-sikap, nilai-nilai, tujuan-tujuannya dan juga bagaimana mereka melihat hubungan-hubungan antara peristiwa-peristiwa dengan tingkah laku, dan juga budaya-budaya kongkrit yang terwujud dalam benda-benda yang mereka hasilkan.Definisi budaya yang akhir adalah suatu sistem pengetahuan dan nilai-nilai yang dipercayai yang mereka hasilkan bersama-sama yang membentuk persepsi-persepsi manusia dan menghasilkan tingkah laku yang mendekati definisi dari pendidikan keanekaragaman budaya. Tanda-tandanya adalah adanya perkembangan dari berbagai macam ukuran/patokan dalam berpikir, memegang nilai-nilai yang dipercayainya, dalam bertindak, dan dalam membuat penilaian-penilaian. Sebagai contohnya, dimana dan kapan kita dilahirkan, serta bagaimana kita dibesarkan akan mempengaruhi budaya yang kita pegang. Orang yang lahir dan dibesarkan pada jaman yang penuh dengan keprihatinan akan berbeda dengan yang di jaman kemakmuran, atau orang yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah pantai akan berbeda dengan yang didaerah pedalaman. Keluarga, tetangga dekat, teman akrab, lingkungan bergaul, sampai tingkat bangsa akan mempengaruhi bagaimana cara orang berpikir, bertingkah laku, berbahasa, membuat stereotiping, dan sebagainya. Pendidikan keanekaragaman budaya merupakan sebuah pendekatan dalam proses belajar dan pengajaran yang didasarkan pada nilai-nilai yang demokratis demi terpeliharanya pluralisme budaya yang dimiliki oleh masnyarakat-masnyarakat dan menjaga kelangsungan adanya saling ketergantungan yang ada di dunia ini. Tujuan utama dari pendidikan keanekaragaman budaya adalah untuk meningkatkan perkembangan intelektual, sosial dan kepribadian para murid sehingga mereka mampu mencapai potensinya yang terbaik. Dalam hal ini guru memegang peranan yang penting, karena "guru membuat suatu perubahan dalam kehidupan para muridnya", dan perubahan ini bisa positif maupun negatif.

Ada pernyataan yang terkenal mengenai hidup yang harmonis dalam masnyarakat yang sangat beraneka ragam budayanya : "no one, should make the claim of being educated until he or she has learned to live in harmony with people who has different: artinya orang baru dikatakan sebagai orang yang terpelejar/tinggi peradabannya bila orang tersebut dapat hidup harmonis dengan orang-orang yang berbeda dengannya (wilson, 1982). Situasi semacam ini dilukiskan oleh : seorang yang bernama Amy Maddox dari Franklin Community H.S yang masih berumur 16 tahun begini :
1. He prayed..it wasn't my religion
2. He ate..it wasn't what I ate
3. He spoke..it wasn't my language
4. He dressed.. it wasn't what i wore
5. He took my hand..it wasn't the color of mine
6. But when he laughed..it was how i launghed and 
7. when he cried..it was how i cried.

Melalui pendidikan keanekaragaman budaya diharapkan hubungan antar umat manusia di dunia ini semakin mengarah pada keharmonisan,seperti yang digambarkan dibawah ini :
cooperation
respect
tolerance
predilection
prejudice
discrimination
scapegoating

untuk mewujudkan tujuan pendidikan keanekaragaman budaya agar murid-murid memiliki pemikiran, sikap, dan tingkah lau yang mengarah pada keharmonisan ada beberapa fenomena yang perlu diperhatikan, yaitu : stereotip, prejudis, dan etnosentrisme.
* Stereotip
dalam kehidupan sehari-hari kita secara tidak sadar telah membuat dan melakukan stereotip. Beberapa stereotip memang positif, seperti : orang yang suka merantau biasanya ulet dan berhasil dalam kehidupannya, suku tertentu orangnya ramah, anak-anak orang Jepang pandai, dan sebagainya. Stereotip yang positif ini akan mengarah pada persepsi dan penilaian yang tidak benar dan akan merugikan bila digunakan untuk membenarkan posisi suatu kelompok yang dominan. Stereotip merupakan suatu sikap mental yang membuat generilisasi yangtidak tepat dan berlebih-lebihan dalam mencirikan seluruh anggota dari kelompok-kelompok tertentu. Contoh-contoh stereotip yang ada dalam masyarakat:
  •  Atlit bodoh-bodoh
  • Orang gemuk malas dan kurang memiliki disiplin pribadi
  • Mertua perempuan suka turut  campur dalam rumah tangga menantunya
  • Semua ibu tiri kejam
  • Orang Jepang dan Amerika cerdas-cerdas
  • Memasak dan mengasuh anak merupakan pekerjaan
  • Orang Asia pintar-pintar tapi licin
  • Orang kulit putih kaya
  • Wanita ditakdirkanlebih pintar dalam kemampuan verbalnya sedangkan laki-laki lebih menguasai  matematika
  • Hitam berkonotasi dengan hal-hal yang kurang baik (daftar hitam, masa laluna hitam, ilmu hitan dan sebagainya).
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa orang melakukan stereotip? Orang melakukan stereotip karena otak manusia tidak mampu mengingat semua informasi yang ada disekitar lingkungannya dan juga adanya suatu kecenderungan bawaan lahir manusia untuk menyederhanakan masalah-masalah dan menyelesaikan secepat mungkin bilamana memungkinkan. Dengan membuat asumsi-asumsi tentang bagaimana orang akan bersikap dan bertindak, kita akan mempermalikan orang berdasarkan asumsi-asumsi yang dimiliki, sehingga peran orang tersebut kita tempatkan berdasarkan asumsi yang kita miliki pada saat kita berhubungan dengan orang-orang yang bersangkutan. Sebagai contohnya: kita mempunyai asumsi bahwa setiap dokter akan sangat teliti terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapi pasiennya, kita berharap bahwa si dokter  akan selalu menanyai kondisi fisik yang kita hadapi, apabila dokter tidak malakukan seperti asumsi yang kita punyai kita menjadi kecewa dan berusaha mencari dokter lain yang sesuai dengan asumsi kita. Demikian juga dalam bekerja sama, biola kita mempunyai asumsi-asumsi yang tidak benar, maka hubungan yang harmonis akan terganggu. Di dalam kelas stereotit ini sangatlah tidak mendidik. Sebagai contohnya: apabila guru memiliki asumsi bahwa anak didik yang berasal dari kelompok tertentu lemah dalam studi tertentu, katakanlah matematika, maka guru  cenderung memberikan nilai matematika yang rendah pada setiap anak yang berasal dari kelompok tersebut. Manusia pada dasarnya dilahirkan bebas dari stereotip; faktor-faktor terbatasnya informasi atas kelompok-kelompok minoritas.

referensi : 
1.buku perspektif global dra.Umi oktyari retnanigsih, MA



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar